Tulisan berikut ini hanya opini pribadi saja, tidak bermaksud mendiskreditkan pihak manapun dengan maksud apapun.
Objetivitas Sejarah
Sejarah, mengenai apapun, ditulis oleh pihak pemenang. Apapun yang ditulis oleh pihak yang kalah, tidak akan terpublikasikan. Subjektivitas sebuah sejarah adalah sangat besar.
Sebagai perbandingan, kita lihat pada setiap sidang skripsi mahasiswa. Sebuah skripsi harus mencantumkan refensi yang dapat dipertanggungjawabkan, sebanyak mungkin referensi. Dan kemudian seluruh hasil skripsi ini pun harus diujikan dihadapan orang-orang yang memang dianggap kompeten di bidang topik skripsi tersebut. Artinya, saat skripsi ini kemudian dipublikasikan, hasil karya seorang mahasiswa ini objektivitasnya sudah teruji.
Perbandingan lainnya, yaitu mengenai periwayatan hadits Nabi. Hadits adalah semua perkataan dan perbuatan Nabi yang dilakukan setelah turun wahyu. Perkataan dan perbuatan Nabi ini diingat dan disaksikan oleh beberapa orang sahabat yang kebetulan hadir di momen itu. Dan kemudian diceritakan oleh masing-masing orang itu ke orang-orang berikutnya, dan berikutnya, dan berikutnya, hingga sampai kepada orang yang kemudian menuliskannya. Para periwayat hadits ini pun juga meneliti siapa saja yang menceritakannya, hingga sampai kepada Nabi. Apabila diketahui salah seorang penceritanya diketahui memiliki akhlak buruk, maka hadits yang diceritakannya tidak bisa digunakan.
Saya pernah mendengar, suatu hadits tidak bisa digunakan karena seorang penceritanya diketahui pernah memukul kuda nya. Kemudian hadits yang lain juga tidak bisa digunakan hanya karena seorang penceritanya pernah berbohong pada ayamnya, dengan menggerakkan jari-jarinya seolah hendak memberikan makanan, padahal tidak.
Jadi bagi saya, sejarah yang sangat tinggi objektivitasnya adalah hadits Nabi saw. Karena hadits merupakan satu dari dua hukum Islam, sehingga sangat layak dijadikan acuan dalam menjalani hidup ini. Persoalannya hanya apakah kita mau mempelajari dan mengamalkannya atau tidak. Hal ini menjadi pilihan masing-masing individu.
Menganai Sejarah Khilafah
Mengenai khilafah, saat ini sudah menjadi sejarah. Apakah kita wajib mempelajarinya?
Dengan tidak mengesampingkan pembelajaran mengenai pemahaman Quran dan hadits, sejarah khilafah harus diketahui. Apalagi memang sudah digariskan Islam akan berjaya sekali lagi sebelum dunia ini berakhir. Maka sangat penting mengetahui apa yang menyebabkan keruntuhan khilafah sebelum membangun yang baru.
Kebanyakan dari kita menganggap bahwa Mustafa Kemal Pasha, atau Attaturk adalah pengkhianat yang menyebabkan keruntuhan khilafah. Bagaimana kekhilafahan dihapuskan dan diganti dengan sebuah negara sekuler bernama Turki. Saya pun masih ingat bagaimana di buku pelajaran Sejarah di kurikulum tahun 1998, momen ini diberi judul 'Modernisasi Turki'.
Seperti yang sudah disampaikan di atas, ini bukanlah hadits yang sangat hati-hati dalam pencatatan (periwayatan) nya. Momen sejarah ini bukanlah momen yang terjadi dalam waktu 1 - 2 tahun, tapi ribuan tahun dengan area dunia. Siapakah yang sanggup mencatat apa yang terjadi dalam ribuan tahun dalam cakupan area seluruh dunia? Dalam skala kecil, apakah Anda sanggup mencatat apa yang terjadi dalam kurun waktu 24 jam, apa yang dilakukan oleh Anda, istri Anda, anak-anak Anda?
Maka dari itu, memahami apa yang terjadi sejarah ribuan tahun yang lalu memerlukan banyak sekali referensi dari berbagai sudut pandang.
Eropa mengalami era yang disebut Zaman Kegelapan, di saat Dunia Tengah mengalami apa yang disebut Zaman Keemasan, yaitu saat dinasti Abbasiyah. Yang tentu saja ini sebutan dari penguasa dinasti itu.
Dari beberapa sumber yang saya dapatkan, saya mendapati bahwa selain masa Khulafaur Rasyidin, tidak patut bagi seorang muslim untuk menjadikan masa atau penguasa saat itu sebagai acuan. Memang ada beberapa masa dan penguasa yang patut dijadikan pelajaran untuk beberapa episode kehidupannya. Namun tidak ada yang lebih baik untuk dijadikan acuan selain daripada kehidupan Nabi saw dan sahabatnya. Generasi tersebut adalah sebaik-baik generasi sepanjang kehidupan di bumi ini.
Mempelajari apa yang terjadi pada masa setelah Khulafaur Rasyidin pun memerlukan banyak kebijaksanaan dalam memahami apa yang terjadi. Dan dengan tidak mengasumsikan bahwa hal tersebut adalah 100% penerapan Islam, walaupun masa itu adalah masa keemasan Islam, dengan penguasaan sepertiga wilayah bumi. Apakah Islam mengajarkan membunuh seseorang untuk mendapatkan kekuasaan? Saya yakin tidak. Tapi apakah pada saat itu pembunuhan orang tersebut adalah sesuatu yang salah? Saya pun tidak bisa menghakimi.
Pada saat Perang Unta, yang diakhiri dengan Ali bin Abi Thalib ra berhadapan dengan 'Aisyah ra, dan korban sepuluh ribu muslim tewas. Saya tidak dalam kapasitas untuk menghakimi siapa yang salah antara menantu Nabi saw tercinta atau istri Nabi saw yang sangat dicintai beliau. Di titik ini sangat diperlukan kebijaksanaan untuk berhenti dan tidak memutuskan siapa salah dan siapa benar. Saya pun akan bingung apabila saya berada di sana pada saat itu, siapa yang akan saya bela.
Maka dari itu, saya pribadi tidak mengatakan bahwa Attaturk adalah pengkhianat yang membuat kekhilafahan itu dihapuskan. Mungkin secara teknis, dia memang melakukan hal itu. Tapi sangat mustahil bahwa satu orang Mustafa Kemal Pasha bisa meruntuhkan kekuasaan sepertiga bumi. Kemungkinannya hanya 2, kekhilafahan nya yang memang sudah sangat lemah, atau dia mendapat dukungan dari 2 per tiga sisa kekuasaan di bumi.
Dan kedua penyebab itulah yang terjadi.
Daripada mengenang Zaman keemasan dan membanggakan bagaimana Islam pernah menguasai sepertiga bumi, saya cenderung untuk tetap mempelajari kemungkinan pertama, mengapa kekhilafahan bisa melemah. Dan sampai saat ini pun muslim masih merasakan ketidakadilan di berbagai belahan bumi.
Bahwa itu adalah ujian dari Allah adalah urusan masing-masing personal, bagaimana mereka menghadapi ujian tersebut. Bahwa itu adalah karena manusia melanggar aturan Allah dan Nabi saw adalah sudah pasti.
Tapi perlu lebih detail lagi, apa yang salah, mengapa bisa salah, darimana acuan benar salahnya. Dan pertanyaan ini pun bukan untuk menghakimi, tapi bagaimana pertanyaan ini relevan untuk masing-masing pribadi.
Salah satu penyebab keruntuhan khilafah adalah nepotisme. Seperti yang dilakukan oleh Muawiyah di Dinasti Umayyah. Hal ini adalah salah. Zaman sekarang pun tetap salah. Kaidah bahwa kepemimpinan harus dipertanggungjawabkan kelak, dan pertanggungjawabannya lebih berat daripada yang dipimpin, seperti tidak diingat sama sekali. Kembalikan ke diri sendiri, apakah saya tidak akan melakukan demikian apabila saya ada di posisi itu, di waktu itu? Bagaimana saya bisa yakin? Bagaimana cara mencegah supaya tidak terjadi kondisi seperti itu?
Salah satu penyebab keruntuhan khilafah adalah korupsi. Seperti yang dilakukan oleh banyak penguasa. Kembalikan ke diri sendiri, apakah saya tidak akan melakukan demikian apabila saya ada di posisi itu, di waktu itu? Bagaimana saya bisa yakin? Bagaimana cara mencegah supaya tidak terjadi kondisi seperti itu? Tidakkah saya melakukan korupsi dalam kehidupan sehari-hari?
Penyebab lainnya adalah hutang. Bagaimana salah seorang pangeran mulai mengambil hutang yang disediakan oleh Prancis. Prancis melihat ini sebagai jalan masuk untuk mengalahkan kekhalifahan, setelah berbagai macam usaha yang sudah dilakukan. Dan hal ini terbukti ampuh. Dari hutang yang ditebus dengan akses. Dari akses kecil menjadi besar dan semakin membesar seiring dengan hutang yang tidak lain adalah riba.
Hutang ini menjadikan kerusakan yang sangat parah. Berbeda dengan yang terjadi pada masa khalifah Utsman bin Affan. Dimana pemerintahan Utsman memberikan hutang tanpa riba, untuk membeli tanah di daerah taklukan. Hal ini justru bisa menggerakkan perekonomian dengan sangat efektif, karena kaum muslim bisa menjadi sangat produktif.
Saya pun juga mengamati bagaimana sejarah Mehmet II, atau yang dikenal dengan Muhammad Al Fatih. Bahwa beliau adalah seseorang yang bisa memenuhi nubuat Nabi saw atas penaklukan Konstantinopel adalah tidak terbantahkan. Dan Romawi adalah kerajaan yang sudah di ambang siklusnya adalah faktual. Namun, detail dari kehidupan beliau, ada beberapa versi yang cukup membuat heran. Bagaimana beliau dididik untuk menjadi penguasa dan penakluk, tidak diceritakan beliau mempelajari Quran dan sunnah. Apakah menjadi penakluk lebih penting daripada Quran dan Sunnah? Bagaimana dalam serial Ottoman, para wanita nya tidak mengenakan jilbab dengan baik. Serial tersebut dibuat oleh pembuat film di Turki. Secara syariat, Sultan Mehmet II sebagai khalifah, akan harus bertanggungjawab apabila syariat tidak ditegakkan. Apabila faktanya tidak seperti itu, maka film ini menjadi fitnah atas Sultan Mehmet II. Apakah orang Turki tidak ada yang protes mengenai detail pahlawan Islam ini? Atau mereka menganggap tidak ada yang salah dengan ini?
Hal-hal seperti ini harus dilakukan secara seimbang. Apabila terus-menerus mempelajari bagaimana idealnya kehidupan di zaman Rasulullah, maka apabila ada kerusakan kita tidak akan menyadarinya. Bahkan mungkin kita sedang melakukan kerusakan, atas nama agama. Sebaliknya apabila terus-menerus mengkritik sejarah maupun zaman ini, maka kita tidak akan memperbaiki keadaan menuju idealnya kehidupan Islam.
Tidak Adakah Yang Menyadari?
Dari sekian ribu tahun yang sudah berlalu sejak zaman Nabi saw di tahun 700 an Masehi, bukan tidak ada beberapa momen yang berupaya mengembalikan Islam ke kehidupan. Salah satunya dilakukan oleh Ibnu Taimiyyah dan Abdul Wahhab. Yang sayangnya hal ini ditanggapi dengan berbagai sudut pandang, bahkan dari umat Islam sendiri. Beberapa bahkan dianggap ini adalah paham sesat dan dianggap bukan Islam. Apakah ini tanda bahwa umat ini tidak mengenal Islam dan Nabi saw?
Yang terjadi saat ini justru beberapa golongan membuat pemahaman sendiri dan menarik pengikut-pengikutnya masing-masing, dan membuat klaim bahwa merekalah satu-satunya golongan yang masuk surga. Tidak ada yang salah dengan kepercayaan seperti itu. Tapi bagi saya, kepercayaan buta, fanatisme tanpa ada pemikiran dan perunutan kembali pada Quran dan Sunnah, bukan Islam. Karena memang Islam sesederhana itu.
Beberapa saat yang lalu, dunia dihebohkan dengan kemunculan ISIS. Mereka membaca ayat Quran dan menggorok leher manusia, yang direkam kamera. Pada awalnya saya pun sangat bingung, mengapa orang bisa menghafal Quran kemudian membunuh manusia? Dan kemudian saya berkesimpulan bahwa mereka belum selesai mempelajari Quran dan Sunnah. Apalagi saya.
Dan saya pun mulai tergerak untuk mulai mempelajari Quran dan Sunnah. Beberapa paham yang saya temui saya anggap salah, karena mengharuskan setor sejumlah uang. Menyedihkan sekali Islam seperti ini. Paham lainnya malah mengharapkan donasi untuk keperluan dakwah. Zaman keemasan dari mana?
Saya pribadi pun berasumsi bahwa Islam yang benar adalah Islam yang membuat hati ini tenang. Hati keluarga tenang. Hati lingkungan tenang. Hati negeri tenang. Dan zaman keemasan adalah zaman dimana semua orang berhati tenang.
Dengan kondisi umat ini yang semakin jauh dari perkenalan nya dengan Islam dan Rasulullah saw, saya pun berpikir, pada saat nanti datang hari akhir, bagaimana seorang manusia bisa selamat dari fitnah Dajjal, dengan mengingkarinya. Dan bagaimana seorang manusia bisa membaiat Imam Mahdi sebagai pemimpin? Padahal sudah diberitakan oleh Nabi saw mengenai ciri-ciri detail fisik mereka?
Wallahu a'lam bisshawaab